-->

Penggunaan Bahasa Jawa bagi Aparat Pemerintah Prov.Jateng



Penggunaan Bahasa Jawa bagi Aparat Pemerintah Prov.Jateng

 Upaya pelestarian bahasa dan budaya daerah ada kalanya perlu melibatkan peraturan atau kebijakan pemerintah. Kalau tidak, kadang bahasa dan budaya daerah kurang menarik dan cenderung ditinggalkan masyarakaat pemiliknya, karena dianggap tidak modern dan maju. Begitu yang terjadi pada bahasa Jawa. Pemerintah provinsi Jawa Tengah menetapkan satu hari untuk menggunakan bahasa Jawa untuk komunikasi antar aparat pemerintah daerah Jateng. Peraturan ini mewajibkan bagi semua aparat pemerintah, baik masyarakat Jawa maupun yang berasal dari daerah lain, harus belajar dan menggunakan bahasa Jawa, seperti yang terjadi di Kota Tegal.

Menurut sumber Tempo.co; Butuh persiapan khusus bagi Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno untuk mematuhi aturan tentang kewajiban berbahasa Jawa sehari dalam sepekan. Sejak dilantik pada 23 Maret 2014, wali kota asal Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu mengaku rutin belajar bahasa Jawa bersama para ajudannya.
"Wis mantep pokoke," kata Siti seusai menghadiri bazar buku di Rita Mall, Kota Tegal, pada Senin, 15 September 2014. Meski bahasa Jawanya masih kaku dan bercampur dengan bahasa Indonesia, Wali Kota Tegal periode 2014-2019 itu siap mengikuti aturan baru yang telah diteken Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Ganjar telah meneken Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 55 Tahun 2014 sebagai aturan perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 57 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jateng Nomor 9 Tahun 2013 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa.
Dalam aturan baru itu, bahasa Jawa wajib digunakan sehari dalam sepekan di lingkungan kerja instansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, yakni 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah serta instansi lain, baik situasi resmi maupun non-formal. Tidak harus bahasa Jawa kromo (halus), bahasa Jawa ngoko (kasar) pun diperbolehkan.
Upaya melestarikan bahasa Jawa dialek Tegal sudah dibahas para budayawan dan seniman dalam Kongres Bahasa Tegal pada 2006. Salah satu rekomendasi dari kongres yang telah dilaksanakan adalah penggunaan bahasa Jawa dialek Tegal dalam upacara hari jadi Kota Tegal tiap 12 April.
Wali Kota Siti sejak kecil mengenyam pendidikan di Belanda, Thailand, Jerman, dan Amerika. Oleh karena itu, dia tidak bisa berbahasa Jawa. Walhasil, upacara hari jadi Kota Tegal ke-434 pada 12 April lalu sedianya menggunakan bahasa Indonesia. Alasannya, upacara adalah agenda resmi. Bahasa Jawa dialek Tegal dianggap mengurangi kekhidmatan upacara.
Karena dikritik para budayawan dan seniman setempat, Siti mengalah. Upacara tahunan itu pun kembali menggunakan bahasa Jawa dialek Tegal. Sejak itu pula, Siti rutin belajar bahasa Jawa dialek Tegal. "Tidak perlu guru bahasa khusus. Cukup belajar dengan ajudan saya," ujarnya.
Salah seorang ajudan Siti, Andika, mengatakan tiap hari Siti menyempatkan membaca artikel berbahasa Jawa dialek Tegal dalam koran lokal. "Kalau ada kata-kata yang beliau tidak tahu artinya, nanti tanya ke saya. Begitu juga kalau ngobrol dengan warga," kata Andika, perempuan berjilbab yang kini menjadi "kamus berjalan" Siti.
Penggunaan bahasa daerah dalam keseharian, menunjukkan eksistesinya dan perannya dalam kehidupan, sehingga dapat mempertahankan keberadaannya.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Penggunaan Bahasa Jawa bagi Aparat Pemerintah Prov.Jateng"

Post a Comment

mugi panjenengan kepareng paring panyaruwe saha wawasan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel